Perkembangan kesadaran beragama merujuk pada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan ke dalam peribadatan kepada Allah, baik yang bersifat hubungan kepada Allah maupun sesama manusia atau sesama makhluk ciptaan.
Mengajarkan anak melaksanakan ibadah harus dilakukan sejak usia dini. Kewajiban mengerjakan shalat adalah sebagai bukti seorang hamba mensyukuri nikmat Allah yang telah ia peroleh. Shalat merupakan sarana seorang hamba bermohon pada Allah. Do'a semua makhluk didengar Allah. Demikian pula dengan doa tulus seorang anak. Do'anya akan didengar Allah.
Hindari mengajarkan shalat kepada anak dengan cara-cara ancaman. Misalnya: "Jika kamu tidak shalat nanti maka kamu akan dimasukkan ke dalam neraka, disiksa Allah dalam kubur dan ancaman lainya."
Sebelum membangkitkan rasa keimanan anak sebaiknya orangtua mulai bercermin pada diri sendiri. Apakah rasa keimanan diri sudah terwujud lewat melakukan ibadah yang baik dan benar? Jika belum, mengapa tidak memulai untuk memperbaiki ibadah sebelum ‘menurunkan’-nya pada anak. Dengan senatiasa mengingat Allah swt, jiwa seorang ayah maupun ibu akan senatiasa sadar dan terjaga akan perannya sebagai orangtua yang memiliki kewajiban untuk memberikan contoh pada anak-anaknya. Karena pendidikan ibadah yang terbaik adalah melalu contoh nyata dari kedua orangtuanya.
Menyaksikan kedua orangtua melakukan shalat lima waktu setiap hari sejak dini, membuat anak terpicu untuk meniru. Apalagi dikisahkan sebuah hadits ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah mengenai kapan waktu untuk mulai mengajak anak pada ibadah shalat. Nabi menjawab, “Jika ia sudah dapat membedakan tangan kanan dan tangan kirinya.” Pada anak kemampuan membedakan tangan kanan dan tangan kiri diperolehnya pada masa balita, atau masa lima tahun pertama usianya, ketika ia sedang senang-senangnya meniru apapun yang dilakukan ayah dan ibunya.
Di saat yang sama ayah maupun ibupun sebaiknya secara proaktif menyediakan sarana dan mengajak anak untuk mengikuti apa yang dilakukannya sewaktu melakukan ibadah shalat, misalnya menyediakan mukena atau sarung sesuai dengan ukurannya. Biarkan saja jika anak hanya memainkan sarung maupun mukenanya maupun mengikuti gerakan shalat sambil bermain-main, karena masa ini adalah masa bermain sehingga si kecilpun ‘mempelajari’ segala sesuatu melalui kegiatan yang satu ini. Namun sedikit demi sedikit orangtua dapat mengarahkan anak untuk mengikuti gerakan yang benar maupun memahami bahwa shalat adalah ibadah yang membutuhkan keseriusan dalam menjalankannya.
Rasulullah sebenarnya telah menunjukkan adanya fase-fase pengajaran sesuai dengan kemampuan anak. Jika anak diajarkan sesuai dengan fasenya serta mendapatkan contoh yang baik dari kedua orangtuanya, maka Insya Allah ia akan mendengar dan menaati kedua orangtuanya tanpa keraguan dan bantahan dalam memenuhi perintah tersebut. Namun jika orangtua tidak memberikan contoh yang baik maupun tidak memperkenalkan shalat secara bertahap sesuai dengan fase-fase perkembangan kemampuannya, maka bisa saja ia meremehkan perintah orangtuanya atau bahkan meninggalkan shalat karena tidak terbiasa dalam mengerjakan ibadah yang satu ini.
Belajar mengaji di PAUD Auliyaa menggunakan program Qiroaty, dimana anak-anak bisa mengenal tulisan Al Quran dalam tujuh tingkatan. Bukan hanya pengenalan tulisan, anak-anak juga diajarkan untuk bisa membaca Al Quran dengan baik dan benar.
Selain belajar mengaji, anak-anak juga belajar menulis tulisan Al Quran. Mulai huruf-huruf sampai rangkaian kalimat pendek dalam Al Quran. Setelah mampu membacanya, anak-anak juga diajarkan untuk bisa menuliskannya.
Membiasakan praktik-praktik sunnah dalam kehidupan keseharian. Misalnya makan dengan membaca "Bismillah" dan membiasakan berdoa, mengakhirinya dengan "Alhamdulillah", masuk/keluar rumah dengan “Salam”, dll. Menghapalkan do'a-do'a sejak sedini mungkin memberikan pengaruh besar dalam perkembangan kejiwaan anak.
Mulailah kebaikan dari diri sendiri sebelum mengajarkan pada anak-anak kita. Sekecil apapun.